Rabu, 12 Desember 2007

SuRat dalam HeNiNg

Apa kabar?

Aku sudah lama tak mendengar kabarmu. Padahal kau pandang bulan yang sama dengan yang kupandang. Pada jalan yang kususuri pun masih terpeta jejak langkahmu ketika kau menapakinya. Tapi angin tak pernah menghantarkan percikan dirimu ke pelukanku. Mungkin hanya sesekali kau muncul dalam semu jeratan mimpiku. Dan aku tak pernah tahu apakah aku pernah terbang mengunjungi kabut mimpimu.

Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Sungguh, aku benar-benar tak tahu. Aku kehilangan jejak langkahmu sejak kau letakkan kaca pemisah buram di antara kita. Bahkan memandang dari balik kaca untuk mengintip bayang dirimu pun aku tak bisa. Kabut pedih yang melingkupi terlalu tebal. Hanya gegap nyeri berdenyut yang kudapat.

Siapakah sekarang yang merajut tetesan waktu bersamamu? Untaian masa kita terburai sudah. Hanya tertinggal serpihan-serpihan jiwa yang terserak. Terbelenggu dalam hening yang menyiksa. Tapi aku rindu.

Bodohkah aku jika masih saja mengalamatkan rindu padamu? Saat tak ada lagi detik yang kau lewatkan untuk mengingatku. Saat tak ada lagi sisa diriku yang terpatri dalam hidupmu. Cabikan kenangan tentangku telah terburai. Bahkan hanya sekedar namaku pun kau lupakan.

Hanya hening yang kau tawarkan padaku. Tanpa imbalan apapun. Kau lontarkan hening ketika kupersembahkan rinduku. Hening yang terus meraja. Hening yang lahir dari benci. Rinduku terbentur hening. Tapi aku masih tetap merindumu. Kurengkuh hening ketika kumerindumu.

Sudahlah. Tak peduli aku berteriak sekuat tenaga kau tak akan mendengarku. Kau lebih memilih hening untuk menggantikan jerit hatiku. Hening yang menulikan. Hening yang hanya hantarkan cakap rindu kekasihmu. Semoga kau baik-baik saja di seberang hening yang memisahkan kita.


Aku